Perangi Fintech Nakal, Ini Strategi AFPI Bersama OJK

Perangi Fintech Nakal, Ini Strategi AFPI Bersama OJK

Diposkan: 25 Sep 2019 Dibaca: 578 kali


UKMKOTAMEDAN.COM, JAKARTA- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mendukung langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberantas fintech ilegal dan menertibkan yang nakal.

Wakil Ketua Eksekutif Fintech Pendanaan Produktif AFPI Victoria Tahir memenilai bahwa aturan yang dibuat oleh OJK saat ini cukup mendukung industri dan tidak menghambat industri fintech Peer to Peer (P2P) Lending.

"OJK telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam memastikan bahwa peraturan tidak menghambat inovasi dalam industri fintech yang baru," ujar Victoria Tahir kepada CNBC Indonesia, dilansir, Rabu (25/9/2019.

Dia menambahkan, AFPI selaku wadah dari industri ini memastikan jika pemain fintech menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik. Buktinya,  AFPI memiliki model pengaturan sendiri untuk mengatur anggotanya.

"Sebagai contoh, kami menetapkan kode etik yang harus diikuti secara ketat oleh anggota, peraturan yang dibuat oleh anggota untuk integritas dan manfaat anggota," ujarnya lagi.

Kerjasama AFPI dengan OJK salah satunya adalah mengadakan gelaran yang bersifat edukasi. Tujuannya jelas, bagaimana menjelaskan fintech legal agar masyarakat tidak terjebak.

"OJK juga membimbing AFPI dalam mengadakan program sertifikasi untuk pelaku fintech lending. Dan terakhir, AFPI menyaring aduan yang masuk ke pos pengaduan, dan bekerja sama dengan OJK untuk follow up dengan platform terkait," jelasnya.

Mengutip dari situs resmi AFPI, terdapat poin yang menyangkut akan hal itu. Yaitu Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab. Adapun isi dari pedoman ini menyangkut semua hal terkait dengan sistem pinjam meminjam dalam industri fintech P2P Lending.

Dalam poin prinsip dasar misalnya, dijelaskan terkait pencegahan pinjaman berlebih di mana setiap pinjaman wajib ditawarkan dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan kemampuan ekonomi Penerima Pinjaman untuk mengembalikan pinjaman.

"Pemberian pinjaman secara berlebihan di luar kemampuan membayar Penerima Pinjaman dianggap sebagai praktik yang tidak bertanggung jawab," demikian isi poin tersebut.

Sementara itu, ada tiga hal dalam poin keterbukaan informasi risiko bagi pemberi pinjaman. Salah satu poin menyinggung bahwa setiap kecurangan dan tindakan ilegal dilaporkan sepenuhnya kepada OJK dan masyarakat luas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pedoman tersebut juga dijelaskan bagaimana cara penagihan, yang beberapa waktu terakhir menjadi perhatian masyarakat. Khususnya bagaimana penagih kerap menggunakan kekerasan dalam upaya penagihan.

"Setiap Penyelenggara diperbolehkan menggunakan pihak ketiga perusahaan jasa pelaksanaan penagihan yang telah terdaftar di AFPI dan memiliki sertifikat untuk melakukan penagihan kepada peminjam yang juga dikeluarkan oleh AFPI," jelasnya.

Dijelaskan pula, setiap Penyelenggara selaku kuasa Pemberi Pinjaman dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental, ataupun cara-cara lain yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat, serta harga diri Penerima Pinjaman, di dunia fisik maupun di dunia maya (cyber bullying) baik terhadap Penerima Pinjaman, harta bendanya, ataupun kerabat dan keluarganya.

Terkait aturan tersebut, penyelenggara atau perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan dalam Pedoman Perilaku akan dikenakan sanksi. Antara lain teguran tertulis; publikasi nama anggota dan ketentuan yang dilanggar kepada OJK dan kepada masyarakat; pemberhentian sementara dari keanggotaan Asosiasi; dan pemberhentian tetap dari keanggotaan Asosiasi.

"AFPI punya ethic committee untuk para platform yang dianggap melanggar, dimana kami memberikan mereka peringatan dan lainnya sebelum dilaporkan ke OJK untuk tindak lanjut," demikian disampaikan Victoria menegaskan.

Informasi saja, AFPI yang telah dibentuk sejak 5 oktober 2018 resmi menjadi mitra strategis OJK dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan para penyelenggara Fintech P2P Lending. Ini sesuai dengan penunjukan OJK No. S- D.05/IKNB/2019.

Keberadaan AFPI ini juga sesuai dengan Peraturan Otoritas jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016 Bab XII Pasal 48, maka seluruh penyelenggara Fintech P2P Lending di Indonesia wajib mendaftarkan diri sebagai anggota AFPI.

Fintech lending merupakan salah satu solusi dari inklusi keuangan di Indonesia yang masih rendah dibanding dengan rata-rata negara di Asia Timur dan pasifik. Berdasarkan data World Bank Global Findex 2017, orang dewasa di Indonesia yang telah memiliki rekening baru mencapai 48,9%. Angka ini terbilang rendah, dibanding negara di Asia Timur dan Pasifik yang mencapai 70,6%.

Padahal, pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia bisa meningkat sampai 75%. Dengan demikian, harus dibuat berbagai layanan keuangan yang bersinergi dengan lembaga non keuangan termasuk fintech ini.

Sementara itu, industri fintech terbukti tumbuh dengan pesat. Hingga Juli 2019, industri ini telah menyalurkan pinjaman Rp 49,79 triliun atau meningkat 119,69% dibandingkan akhir 2018 lalu.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman ini dilakukan oleh 127 fintech lending yang terdiri dari 119 fintech konvensional dan 8 fintech syariah. OJK juga mencatat tingkat keberhasilan bayar selama 90 hari (TKB90) berada di kisaran 97,48%. Artinya hanya 2,52% pinjaman yang gagal bayar. (Sumber : CNBC Indonesia)


Tags

0 Komentar

* Nama
* Email
  Website
* Komentar Note: HTML tidak diterjemahkan!
Masukkan kata ke dalam box:
Portal UKM Kota Medan © 2024. Alcompany Indonesia.
All Rights Reserved